Posted on

Kegelisahan Sang Nelayan

Nenek moyangku seorang pelaut

Gemar mengarung luas samudra

Menerjang ombak tiada takut

Menempuh badai sudah biasa

Angin bertiup layar terkembang

Ombak berdebur di tepi pantai

Pemuda berani bangkit sekarang

Ke laut kita beramai-ramai 


Bahunya kekar, kulitnya coklat terbakar matahari dengan wajah tegas namun teduh di saat bersamaan. Jika diam dia tampak menyeramkan, bagai tukang pukul penagih utang. Lain lagi kalau melihat dia tersenyum. Pandangan mata garang itu sirna sudah, digantikan dengan mata bulan sabit yang diam-diam menyembul saat dia tertawa cekikikan. Tawanya tak pernah sirna saat dia bercerita, betapa bahagia dia terlahir sebagai seorang nelayan.

“Ini pekerjaan turun temurun, kakeknya kakek saya, bapak saya, dan sekarang saya, anak saya juga nanti pasti melaut,” katanya bangga. Namanya Surya, buruh nelayan Muara Angke yang telah bersahabat dengan Laut seumur hidupnya. Saat ini Surya berusia 56 tahun, dan dia mengaku telah berlayar sejak usia 6 tahun.

“Dulu ikut sama bapak saya, kakeknya anak saya ini, lupa tahun berapa,” akunya, yang berarti kurang lebih setengah abad telah Surya habiskan bergelut dengan asinnya gelombang. Surya mengaku, betapa bangga dia bisa hidup mengais rezeki sebagai seorang nelayan. Menurutnya, pekerjaan itu adalah salah satu karunia terbesar dari Tuhan. Surya memang tidak lulus sekolah dasar, tapi dia tahu cara menghitung gelombang pasang.

Saya baca tulis pas-pasan, tapi saya hidup sejahtera sekarang. Memang bukan kapal saya, saya buruh tapi saya bangga,” tuturnya.

Surya hanya seorang buruh kapal. Dia tidak pernah mampu membeli kapal penangkap ikan yang harganya mencapai ratusan juta rupiah. Mengecap asin air laut dengan menaiki kapal orang bagi Surya memang sudah lebih dari cukup.

“Iya kadang iri, tapi enggak apa yang penting anak istri bisa makan,” katanya.

Namun kebahagiaan itu kian hari kian meredup. Siang itu, sambil membolak balik ikan asin yang dia jemur di pinggir dermaga, Surya tertawa miris. Lama dia melamun, pandangannya lurus ke arah lautan.

“Saya enggak tahu nanti bisa melaut lagi atau tidak, lama-lama kok rasanya makin susah,” dia menumpahkan kegelisahannya. 

Surya mengaku kesulitan yang dia rasakan adalah imbas dari kesusahan yang juga dirasakan pemilik kapal tempat dia bekerja. Hampir sebagian kapal milik majikannya tidak bisa beroperasi lantaran tersangkut izin Menteri Kelautan dan Perikanan. Sang majikan awalnya memiliki 53 kapal, dan sekarang hanya sejumlah dua puluhan yang bisa melaut. Itu pun dengan ukuran kecil.

Kini surya akhirnya mencoba untuk mencari majikan lain yang dapat membawanya mengarungi lautan luas guna mencari sedikit rejeki untuk keluarga nya dirumah. Berhari-hari Surya kesana-kemari mencari sebuah informasi pekerjaan. Beberapa hari pun berlalu, ketika ia sedang termenung di pantai dekat dengan rumah nya, ia dihampiri oleh rekan seprofesi yang biasa melaut bersama, sebut saja Anto. Anto datang membawa kabar baik untuk Surya mengenai lowongan pekerjaan yang lumayan bagus, melaut bersama Anto mengiringi lautan luas, dengan hasil yang lumayan. Tetapi Surya akan memakan waktu lama untuk bisa pulang kerumah dan berkumpul bersama keluarganya. 

Surya tidak khawatir, karena Anto memberikan informasi bahwa majikan yang ia layani menggunakan sistem aplikasi yang lumayan canggih yaitu YONK, walaupun nelayan tidak bisa pulang berhari-hari, tetapi penghasilannya akan tetap dihitung dengan mudah cepat serta efisien, Majikan nya itu bisa dengan cepat memberikan penghasilan kepada keluarga Surya yang menunggu di rumah. Aplikasi YONK ini sangat membantu dalam berbagai macam penghitungan keuangan yang yang biasanya sulit serta memakan waktu lama. Mengapa demikian? Untuk lebih lengkapnya kalian bisa klik link berikut https://www.yonk.io/.